RECITATIVO LEGATO
⸙⸎⸙
"Indah
nuansa rembulan dilangit gelap biru, diiringi dengan alunan merdu dari live
music syahdu, tetap tak akan pernah menghapus ingatanku dari masalalu yang
pilu.
Berulang kali aku
mengejar lupa namun tak kunjung terengkuh bahkan berujung luka, berulang kali aku
bercerita dan menata kata, tetap tak ada yang berubah selain lebam luka yang
menambah derita."
⸙⸎⸙
Suguhan
semesta malam ini begitu berbeda, mungkin karna nikmatnya kopi arabica, yang
kuseduh dengan derita luka lama dan sedikit pemanis dari semua janji-janji yang
kini hanya mimpi. Aroma wewangi dari bias cahaya mentari yang memancar dari
rembulan ke bumi, membuat aku terkesima akan semua cerita dari wanita-wanita
yang kini selalu aku cantumkan dalam setiap kata.
Tulisanku
bukan tulisan, tapi jeritan jiwa yang kehilangan separuhnya.
Tulisanku
bukan tulisan, tapi nestapa yang akan selalu menganga.
Tulisanku
bukan tulisan, tapi harapan yang tak pernah sampai pada tujuan.
Tulisanku
bukan tulisan, tapi sukma yang tak pernah berdamai dengan rasa.
Tulisanku
bukan tulisan, tapi paripurna derita yang berbeda dalam luka yang sama.
⸙⸎⸙
2016,
Ini
adalah tahun dimana aku memulai semuanya, diawali dengan panasnya gelombang api
asmara, untuk pertamakalinya aku menyatakan cinta pada seorang wanita yang
didamba. Kata yang sebelumnya tak pernah aku katakan kepada wanita, bahkan
kepada ibunda. Begitu jahatnya aksara cinta yang terukir dalam tiap jiwa
manusia, memaksanya untuk berbuat semena-mena pada cinta yang bukan haknya.
Tapi
anehnya aku menikmatinya dengan suka cita, membiarkan tanganku menyentuhnya,
membiarkan bahuku sebagai sandarannya, dan membiarkan mataku tuk melahap tiap
senyumnya.
Kala itu
agama hanya teori belaka, tak ada satupun cita rasa dari tiap ayatnya, tak ada
semerbak aroma manja dari setiap sabdanya. Yang aku tahu, aku pasti akan selalu
bahagia bersamanya.
Semakin
lama aku semakin terhanyut dalam arus ombak moment bersama dan semakin dalam pula
aku menjatuhkan diri dalam romansa. Aku akan selalu berada di dalamnya, pasrahkan
diri dan tetap dalam cengkraman taring kasih sayang, agar terus merobek tiap
inci dari jasat dan menikmati setiap sayatan cakar cantiknya. Mati, bukan
masalah, yang terpenting aku tetap menjadi santapannya.
Hari
demi hari terlewati, aku semakin yakin bahwa dialah yang tak akan terganti,
semesta telah berpihak pada diri, tak satupun makhluk yang akan mengganggu
kisah ini. Akan tetapi, masalah demi masalah mulai bermunculan seperti jerawat
yang timbul di sepertiga malam. Dia mulai melemparkan kata demi kata yang
berdasar rasa cemburu. Beruntungnya, aku yang selalu mengalah, membiarkan dia
dan emosinya mengeroyoki jiwa.
Bulan
demi bulan kami beradu dimensi, tak ada masalah yang begitu berarti dalam
hubungan kami, setiap hari kami berhubungan layaknya pasangan biasa dan tidak
menunjukkan rasa ingin berpisah satu sama lain.
Kala itu
aku masih duduk di bangku sekolah tepatnya kelas akhir sekolah menengah atas,
dan dia pun sama. Tapi kami tidak berada di sekolah yang sama, dia disekolah
Negri dan aku di sekolah Suasta. Jasad
kami terhalang instansi namun cinta kami tetap dalam satu misi.
Singkat
cerita kami telah lulus dari sekolah kami dan mengalungkan ijazah kami
masing-masing dan menambah kata "maha" dalam status siswa kami.
Lagi-lagi kami berbeda instansi, dia menggunakan almamater kuning dan aku
mengenakan almamater hijau. Dan disinilah komitmen kami mulai sulit dijangkau.
Aku akui
dalam hal ini aku yang terlalu egois, aku terlalu terjerat dengan dunia kampus
hijau ini, nuansa keagamaan dan organisasi begitu kental dan membuatku terpana
dengan satu kata yang membuat umat yang lupa akan nilai-nilai agama. Hijrah.
Hampir
setiap hari aku menemui istilah-istilah yang membuat kisah percintaanku menjadi
resah, tiap kali aku melihat media selalu kutemui kata yang menggoyang jiwa,
"kamu
islam...? kok masih pacaran, islammu belum kaffah...!"
Yang aku
bingungkan adalah kenapa setiap hari kutemui kata-kata yang serupa...?, apakah
ini pertanda bahwa semesta telah memberikan teguran pada jiwa yang hina. Aku
kebingungan mencari celah, ingin kuabaikan namun tak sanggup aku lakukan, Agama
sudah melekat dalam jasad, nilai-nilai yang kutelantarkan kini mulai membias ke
setiap ruas renung dan fikiran. Kasih yang dianggap cinta bukanlah anugrah dari
Tuhan, melaikan dosa yang telah menjelma menjadi aliran darah.
Tiap
hari aku dihantui oleh rasa bersalah dan dosa, tak sanggup kuarahkan jiwa pada
si dia, kisahku kini hanya air muara, tak kemana-mana hanya menetap pada
tempatnya hingga keruh dan ditumbuhi rumput liar yang menambah esensi
kepunahan.
Semuanya
membuatku berakhir pada titik keputusan, terjerat dalam keterpaksaan dan menetap
pada simpul keikhlasan. Kini yang kulakukan hanyalah kesalahan, membiarkannya
menangis dalam keterpurukan dan terhenti pada kisah cinta berumur enam bulan.
Aku
meninggalkannya tanpa menjelaskan apa yang aku rasakan, aku terlalu malu untuk
menjelaskan semuanya, bahwa aku hanya ingin terlepas dari status pacaran,
dan berfokus pada arah tujuan yang telah ditentukan oleh Tuhan bagi setiap orang
beriman. Aku menangis menyambut lepasnya kekangan, dan ia menangis dengan
alasan yang tak dijelaskan sembari memeluk semu asa yang dijanjikan.
⸙⸎⸙
2017,
Dua
bulan lamanya aku masih menggenggam rasa bersalah, melihat semua kisah resah
yang telah aku gambarkan pada dinding kenyataan hidupnya. Aku jalani ibadah
dengan sebenar benarnya, tiap malam aku panjatkan doa untuknya agar kuat dan
bertahan dari hantaman kisah kami berdua.
Perlahan
mulai mereda dan terabaikan kisahnya, dan kini tinggal kenangan adanya,
kujalani hari sebagaimana mestinya, kuhabiskan malam bersama yang menciptakan
dan kuhabiskan siang bersama rizki yang sudah ditetapkan. Kehidupanku mengalir
begitu saja tanpa beban juga tanpa warna. Melihat muda-mudi saling beradu
dimensi kasih, membuat hatiku tergoyah kembali. Aku beranggapan bahwa dunia ini
seharusnya memiliki banyak warna bukan hanya menjalani semuanya dengan lebel
agama, yang membuat semuanya serba ditentukan dan mengekang tiap jiwa yang
ingin terbebaskan. Terlebih lagi diposisi ini kutemukan manusia-manusia jumawa,
seakan paling benar kehidupannya, memandang salah segalanya dan apa yang dipelajarinya
dipengajian, itu yang terutama dan kebenaran baginya. Menganggap semua yang
berbeda adalah ahli neraka, seakan mereka yang menentukan kehidupan kedua.
Kebiasaan yang sudah menjadi adat begitu menjijikan di mata mereka, kesalahan
ini menjadi makian bagi mereka agar penganutnya meninggalkan kebiasaan tersebut dan tetap dalam rotasi sunnah.
Agama
seharusnya mejadi garam kehidupan, penyedap bagi yang menyantap dan kenikmatan
dari tiap langkah perjalanan, bukan menjadi bulan-bulanan bagi tiap manusia
yang percaya akan kebenaran Tuhan. Tingkah laku mereka membuatku muak, sebegitu
skeptisnya mereka kepada sesama manusia, nilai kemanusiaan telah tergantikan
dengan nilai keagamaan, memandang segalanya dengan kacamata keagamaan dan
enggan menggunakan kacamata kemanusiaan.
Aku
mantapkan langkahku tuk menjauh dari majelis mereka, belajar tatanan kehidupan
melalui mereka ternyata tak memberikan warna pada jiwa, dan yang terdogma
hanyalah kesalahan manusia-manusia diluar sana.
Melangkah
semampunya, menikmati hari sambil bersenggama dengan sebaya, membuat hariku
kini kian beragam. Aku pahami tiap alur kehidupan dengan segala macam prilaku
manusia, berbagai macam warna kutemukan sekarang, dan inilah sebenar-benarnya
kehidupan.
Aku
arungi dunia nyata dan juga dunia maya, berkeliling menikmati tiap rotasinya
walau hakikatnya aku tetap dalam satu poros. Menikmati perjalanan walau tak tau
arah tujuan.
Bangku
perkuliahan kini terlihat membingungkan, mataku terbuka setelah sekian lama aku
menjadi budak cinta, selama aku bersama dia aku tak pernah mau mengurusi dunia
perkuliahanku, mahasiswa-mahasiswi di lokalku terlihat bisa dan kaku,
selayaknya mahasiswa baru, itu hal yang sering terjadi sejak dulu. Tapi yang
membuatku bingung mereka seakan sudah saling mengenal satu sama lain, berbeda
denganku seakan masih baru, padahal sudah lima bulan lamanya aku berkuliah
dikampus hijau ini.
Kuperhatikan
kembali suasana yang terlewatkan ini, kupandangi tiap wajah mereka yang lugu
dan asing di mataku. Mengajak mereka bercerita dan bersenggama, saling bertukar
nomer Whatsapp dan menjalar kesemua sosial media.
Sembari
berjalan mencari kawan, kutemui seorang wanita manis parasnya, terlintas
diwajahnya mentari hangat tak menyengat, lembut suaranya mengalir menyapa
membrana tympani, lekung senyumnya menyenggol dua pipi bulatnya. Ia menyapaku
seakan sudah kenal lama, kujawab semua guraunya tanpa canggung dan kaku.
Terlihat banyak kecocokan dalam cerita kami, ragam kisah duniawi kami seakan
hanya terhalang ibu jari.
Pendekatan
demi pendekatan terus kujalin hingga sampailah aku dibibir tebing kasmaran dan
membiarkan diri jatuh ke dalam jurang percintaan, sifatnya yang manja begitu
menggugah hati tuk memiliki, mengekang pandang pada paras yang entah tercipta
dari tanah liat macam apa. Namun semua ini berakhir setelah kuketahui bahwa ia
sudah ada yang memiliki.
Kekecewaan
itu muncul lagi, galaksi mulai tak karuan berotasi, bingungku menanggapi
keadaan ini, hati sudah terlanjur jatuh, namun kepemilikan sudah terbukti
dengan foto-foto yang dia unggah di dunia maya. Anehnya wanita ini hidup seakan
tak ada yang memiliki dia berbicara denganku seakan antusias tuk saling
menyayangi.
Bingungku
semakin mejadi setelah dia nyatakan ingin saling mengabdikan hati, yang aku
sayangkan adalah bagaimana kisah ini akan terjalin jikalau hati yang ia miliki
dibagi pada dua lelaki, entah siapa yang salah, apakah aku yang terlambat
menemuinya, atau wanita ini yang tak mengerti kata setia. Sampai aku pada titik
renung bahwa aku siap mejalin kisah baru bersama wanita ini, walau aku harus
menahan tiap rasa cemburu kala dia sedang bersama lelaki pertamanya.
Dualisme
ini semakin lama semakin memudar kala cinta sudah bertebaran di setapak
perjalanan, aku semakin lupa kalau dia sudah ada yang punya, dia pun seakan
hanya milikku semata, hematku aku sudah tidak peduli lagi kearah mana hatinya
tertuju, yang kuharapkan darinya hanyalah kasih sayang yang dia berikan padaku
itu mencukupi hasrat cintaku. Dan aku pun tak terlalu memperdulikan mau dibawa
kemana alunan melodi ini, aku hanya ingin menikmati tiap lembut dan hangat manjanya
membelai tiap rongga jiwa dan sukma semakin terlelap dan terlelap.
⸙⸎⸙
Sampai
tibalah titik itu, titik dimana kisahku harus terhenti kembali, awalnya aku tak
mengerti kenapa dia hari ini mengajakku tuk bertemu, tak seperti biasanya
akulah yang mengajaknya tuk beradu rindu. Dia mulai cerita dengan sedikit raut
wajah yang sekan menyimpan ungkapan yang tak bisa dituturkan. Dalam dialog yang
panjang ini telah ku temukan konklusi bahwa ia tak ingin bersua lagi,
dikarenakan alasan yang tak pasti, persisi seperi yang aku lakukan pada konsumen
cintaku yang sebelumnya.
Apakah
ini yang disebut sebagai karma, apapun yang aku lakukan baik maupun buruk akan
selalu ada balasan yang setimpal menimpa jiwa, aku yang dulu melupa sekarang
aku yang dilupa, aku yang dulu memisah sekarang dipisah, dulu aku yang
menyakiti sekarang yang disakiti.
Sudah
kuputuskan tuk beralih dan memenuhi keinginannya tuk tidak bertemu kembali,
sembari menanyakan mengapa dia tak lagi memandang diriku, dan melepasku begitu
saja.
Ternyata
tebakanku tak jauh dari kenyatannya, dia memilih lelaki pertamanya dan aku
sebagai orang ketiga hanya bisa menutup mata agar airnya tak jatuh berlinang
sebagai bukti atas rasa sakit yang diderita, dia memisahkan hatiku dari hatinya
dengan paksa, yang itu membuatnya terurai berantakan. Lelaki pertama itu telah
menyadari ada orang ketiga didalam rumahnya, rumah yang ia bangun berasama
wanita yang menganggapku juga sebagai tamunya.
Pada
akhirnya aku menutup semu cerita dengan derita
Keberadaanku
seakan pengacau dari dua rasa
Untuk
yang kesekiankalinya aku pamit dengan air mata.
⸙⸎⸙
2018,
Melangkah
mundur dan berusaha tuk tak melihat jalan, walau aku kan terjatuh aku tak
perduli, fikirku ini adalah hukuman bagi orang sepertiku yang masuk kerumah
orang tanpa izin dan membuat sang pemilik rumah nyaman dengan tamu yang kurang
ajar ini.
Entah
apa yang akan kulakukan kedepannya, semua kenangan yang kita lalui bersama akan
terus melekat dalam kepala, yang aku takutkan bukanlah kepergian parasmu namun
kedatangan tiap kenanganku tentang kamu.
Kusadari
sebenarnya bukan hanya aku yang kehilangan cinta kau pun juga kehilangan lelaki
yang penuh kasih sayang, walu begitu kau masih punya dia yang akan siap sedia
tuk meluaskan bahunya tuk sandaran kepala penuh air mata.
Selama kepergianmu
aku telah jauh menjelajah ke ruas media tuk mencari cinta yang selanjutnya,
terpaku pada layar kaca, mencoba tuk menghubungi beberapa wanita, tertunduk
kaku dengan sengaja, mata berkaca-kaca, melihat betapa banyaknya wanita yang
cantik parasnya. Sampai pada titik dimana aku menemukan wanita manis parasnya,
menghubungiku dengan bijaksana seakan ingin lebih dekat dengan jiwaku yang
semu.
Berusaha untuk
beralih dari kepedihan tanpa dalih,
agar cinta
hadir menata kisah baru dan menghapus perih.
Pada malam
itu dia mengajakku tuk menonton sebuah pementasan teater dikampusku, dan aku
mengiyakan ajakan itu. Kami pun bertemu di taman samping auditorium, entah
mengapa aku merasa matahari terbit lebih awal malam ini, parasnya membuat hati
seakan terang kembali setelah dilanda mendung yang tak kunjung berhenti, bunga
taman seakan bermekaran seketika, pepohonan melambai-lambai seakan ikut
merasakan indah hadirnya bidadari mungil ini.
Ditambah
lagi ketika kami sedang asik menyaksikan pementasan, dengan mulut dan bibir
tipisnya dia berkata
"feb, kamu harumnya...!"
Entah apa
yang ia katakan, kepalaku kacau tak karuan, entah itu sekedar sapaan atau
pujian. Sebenarnya sebelum berangkat aku memang memakai parfum favoritku Zara
Vanilla, sudah sejak setahun yang lalu aku menggunakan parfum ini, tapi
baru aku tau ternyata wanita juga menyukainya. Aku pun hanya bisa tersenyum kecil
tampa membalas perkataannya.
Sepulang
dari pementasan malam itu, kami selalu saling mengirim Chat entah
perasaan apa ini, aku merasa obrolanku dan dia selalu lini. Mungkin karna kami
sama-sama dalam keadaan yang sama. Putus Cinta.
Dia baru
saja melepaskan setengah hatinya dari seorang pria, yang sudah sejak SMA
bersamanya, bertahun lamanya dia mengadu cinta pada pria itu dan sekarang dia
bersamaku yang tak pernah mengecap cinta yang utuh.
Kami sering
berjalan keliling kota tak tau arah, hanya menyusuri tiap jalan sambil
berbincang seputar kehidupan, sebenarnya aku lebih banyak mendengarkan
ceritanya dibandingkan aku yang bercerita. Karna aku bukan tipikal orang yang
suka menceritakan keresahanku tentang dunia pada orang lain. Bagiku kesedihan
itu ditangisi kala sendiri dan kebahagiaan itu dibagi.
Cerita kami
berjalan begitu saja tanpa hambatan, hanya saja kami tak punya kejelasan,
pernah sekali aku menyatakan perasaan, namu dia tak memberi tanggapan, mungkin
karna dia menganggap itu hanya sekedar candaan dan bukan suatu keseriusan,
walau aku menyatakannya dengan penuh harapan.
Aku memang
suka bercanda dengannya, saking seringnya dia tak bisa membedakan kapan aku
serius dan bercanda, walau perasaanku tak kunjung diberi jawaban aku tak
terlalu memikirkan, yang terpenting resah dan fikirku sudah terlampiaskan.
⸙⸎⸙
Mungkin kali
ini semesta tak berpihak padaku karna setelah sekian lama aku berlarut dalam
kisah baru, aku malah menemukan kembali luka yang baru. Wanita mungil ini
ternyata tak pernah memikirkanku, dia lebih asik memikirkan kisah lamanya
dengan lelaki itu, dan aku hanya sekedar membantu mencari jalan buntu dalam
kisah hidupnya yang semu. Dan ketika kami sudah berada dijalan yang baru dan
terbebas dari masa lalu, lelaki itu kembali menemui wanitaku, dan merebut semua
kebahagiaanku yang baru saja tertutupi oleh tabir rindu.
Semua kandas
dalam waktu yang tak ditentukan
Harapan cinta
yang tak kunjung ada jawaban
Sekarang terjawabkan
oleh sikapnya kala beralih pangkuan.
Untuk kesekian
kali aku dilukai oleh makhluk yang tercipta dari tulang rusuk kaumku, dia pergi
dengan menyisakan perih, luka lama baru saja pulih dan sekarang malah
mendapatkan luka yang tak tau kapan akan tertutup kembali. Apakah hati lelaki
brewok ini hanya sekedar untuk dilukai, bagai samsak yang hanya untuk dipukuli
kemudian ditinggal pergi.
Kau
datang dengan membawa tai, dan sekarang kau pergi dan menginggalakan tai,
padahal taiku belum usai kuurusi, dasar tai. Sampah
Jiwaku terbelah
tanpa persiapan, hatiku terlempar tanpa kepastian, luka lama kembali tersimpan,
cinta yang disampaikan tak ada jawaban, dan kala diberi jawaban, dijawab dengan
kehancuran.
Aku kembali melangkah
mundur dan berpaling darimu.
⸙⸎⸙
Tidak
terasa aku sudah semester lima, sekian lama aku mengarungi masa tanpa ada yang
memberikan rasa, kepegian mereka sekarang hanya sekedar momori yang usang,
bagai buku tua yang berdebu dan dimakan rayap. Entah aku sekarang bahagia atau
tidak, aku pun tak tau apa yang sudah kulakukan untuk jiwa yang hina.
Di semester
ini aku memilih untuk duduk di lokal yang berbeda dari teman-temanku yang dulu,
bukan mengharap apa-apa, hanya ingin merasakan hal yang berbeda saja.
Anehnya waktu
pertama aku memasuki lokal yang baru ini, mataku terpaku pada seorang wanita
yang lucu, matanya bulat hitam pekat, pipinya mulus dan terawat, senyumnya
malu-malu seakan tak ingin terlihat. Sebenarnya aku tak ingin memikirkannya,
mungkin hanya sekedar mataku saja yang ingin melihat keindahan.
Waktu berlalu
dan aku masih sibuk dengan duniaku, hari demi hari hanya aku habiskan
punggungku berdekapan dengan kasur, melihat dunia lewat layar kaca, dan sesekali
memaki orang lewat media. Sembari mengarungi dunia nyata dan maya, tak sadar
aku ada chat yang masuk di Instagram,
”suka anime one piece yaa...?
sudah sampai mana...? punya koleksinya gak...?"
Sebenarnya
aku biasa saja dengan pertanyaan itu, karna memang aku menyukai anime sejak dulu,
karna anime dan buku-buku saja yang menemani hari-hariku. Tapi yang membuat aku
tersentak adalah si penanya, ternyata dia adalah wanita yang beberapa waktu lalu
kulihat dilokal baru. Tak kusangka wanita seperti dia juga menggemari hal yang
sama denganku, apa mungkin juga nasibnya sama denganku...?
Diawali
dengan pertanyaan sederhana ini lah cintaku mulai mekar kembali pada wanita
bermata legam ini, setiap hari aku menghubunginya dengan tujuan ingin mengenal
dan lebih dekat dengannya. Ternyata benar saja dia baru saja putus cinta sama
dengan dia, konsumen cinta yang tak mengerti kata setia. Sebenarnya aku takut,
takut wanita ini sama dengan yang sebelumnya, tak bisa melupakan masa lalunya dan
membuatku hanya sekedar pelarian semata.
Ban motorku
melaju dengan kecepatan standar, cintaku mekar pada wanita yang penuh tanda tanya,
masih kah dia mencitai yang sudah menyakitinya ? adakah harapan untuku masuk
dalam kehidupannya ? apakah dalam percakapan singkat kami di Sosial media
membuatnya juga merasakan cinta ? apakah aku pantas tuk mengecap manis
sayangnya ?
Untuk kesekian
kalinya aku memberanikan diri tuk mencintai wanita yang baru putus cinta,
salahkah aku ? aku hanya ingin perhatian dari lawan jenisku, dan merasakan apa
yang dirasakan pemuda sebayaku.
Hampir setiap
malam aku selalu menemuinya, bukan tanpa alasan aku hanya ingin membuktikan
bahwa aku benar benar menyayanginya. Aku melakukan semua yang dia inginkan,
kupenuhi semua kebutuhannya agar dia dan aku semakin nyaman dan semakin nyaman lagi.
Kami sudah
di titik saling menyukai dan aku putuskan untuk mengajaknya kerumahku dan
berkenalan dengan orang tuaku, walau hubungan kami tak ada nama yang pasti aku
tetap bersikukuh untuk mempertemukannya dengan orang yang sudah melahirkanku.
Tapi anehnya
dia membuat banyak alasan yang membuatku bingung, padahal bagiku dia lah yang
paling cocok untukku dan orang tuaku, aku selalu menginginkan bahwa wanita yang
aku sayangi harus bertemu dengan orang tuaku.
Waktu berjalan
sampai aku lelah mengajaknya tuk bertemu dengan keluargaku. Tepat pada bulan
Desember, malam itu kami sedang berada di suatu masalah yang tak bisa aku
jelaskan, dan pada intinya dia memintaku untuk tidak menemuinya lagi. Dan untuk
menjaga hubunganku aku iyakan...
2019,
Malam tahun
baru aku lalui dengan perasan yang mengambang, dunia seakan sepi, tak ada lagi
yang menemani, aku tak berani menghubungi, karna aku yakin dia hanya butuh
waktu untuk sendiri, dan aku pun akan menjaga janji ini sampai kasihnya pulih
kembali.
Sampai pada
malam hari, ponselku bergetar, aku lihat di pemberitahuan ternyata dia yang
menghubungi, aku begitu bahagia setelah beberapa hari dia menghilang dan saat
ini dia timbul dilayar ponselku seakan fajar yang timbul di ufuk timur.
Namun,
bahagiaku itu patah seketika ketika dia nyatakan dia sudah kembali dengan yang
lama. Belum aku balas chatnya air mata tiba-tiba menetes seketika.
Dunia terhenti mengawang,
jantung terguncang, hati terkekang, jiwa mengambang, pandangan menghilang, air mata
berlinang. Aku tak mengeti mengapa dunia begitu kejam, berkali-kali aku masuk
dalam lubang pengkhianatan, mengapa ada pertemuan jika ada perpisahan. Mengapa harus
berhubungan jika akhirnya aku hanya akan menjadi mantan.
Hidupku seakan
tak ada kata kepastian, aku akui aku yang bersalah dalam hal ini, aku salah
telah memasuki kehidupan wanita-wanita yang baru putus cinta, dan akhirnya aku
hanya menjadi orang ketiga.
Setiap hari
aku hanya dikamar berdiam diri, menutup luka dari pandangan dunia, aku bukan
orang yang suka bercerita tentang nestapa pada teman sebaya, aku lebih suka
menelan bulat-bulat rintih jiwa, kasih yang kubelas tak kunjung terbalas.
Aku tak
pernah merasa seperti ini sebelumnya, namun entah kenapa kehilanganmu seakan
aku sudah berada di neraka, ujung dari segala derita. Luka yang kaum hawa
berikan padaku seakan terkumpul menjadi satu dan menghantam jiwaku secara bersamaan.
luka yang tak
seberapa bisa saja diangap biasa,
namun luka
kecil ini, datang bertubi-tubi.
Hidupku seakan
tak karuan, di kepalaku hanya berisikan hinaan logika terhadap jiwa, entah mengapa
mereka tak bisa berdamai walau sekejap saja. Sukma sudah terlanjur meronta,
membakar paruh jiwa yang setiap hari beradu luka dengan logika, dan wujudku
hanya sekedar ring tinju pada setiap kebodohan yang baku.
Walau hidupku
penuh luka aku selalu menutupinya agar tak terlalu kentara, biarkan jiwa
meronta, setidaknya senyumku tetap terjaga walau itu hanya ilusi bagi mereka
yang sekarang menemani.
Hidup adalah
piano ada hitam dan putih
Biarkan tuhan
memainkan melodinya
Tinggal kita yang siap atau tidak menikmati tiap liriknya
.....
Aksara cinta
kini telah tiada
Surga yang
diimpikan pada wanita kini hanya sekedar delusi belaka
Salahkah aku
tuk mengecap cinta...?
Salahkah aku
jika berada di posisi ketiga...?
Aku hanya
ingin dicintai dan disayangi
Bukan untuk
dikhianati.
.....
Terima kasih
untuk kalian yang sudah pergi
⸙⸎⸙
(n)
RECITATIVO :
Bercerita (dalam tempo musik)
LEGATO :
Tanda untuk memainkan atau menyanyikan dua
atau beberapa nada yang tidak sama tingginya secara bersambung halus tanpa
putus.
Pada dasarnya tulisanku kali ini adalah kisah piluku selama bersama mereka sang pengundang rindu dan pilu, mereka memberiku kisah yang berbeda namun tetap dalam pola dan rotasi yang sama.
Pada dasarnya tulisanku kali ini adalah kisah piluku selama bersama mereka sang pengundang rindu dan pilu, mereka memberiku kisah yang berbeda namun tetap dalam pola dan rotasi yang sama.