Rabu, 09 Oktober 2019

RECITATIVO LEGATO



RECITATIVO LEGATO

⸙⸎⸙

"Indah nuansa rembulan dilangit gelap biru, diiringi dengan alunan merdu dari live music syahdu, tetap tak akan pernah menghapus ingatanku dari masalalu yang pilu.
Berulang kali aku mengejar lupa namun tak kunjung terengkuh bahkan berujung luka, berulang kali aku bercerita dan menata kata, tetap tak ada yang berubah selain lebam luka yang menambah derita."

⸙⸎⸙

            Suguhan semesta malam ini begitu berbeda, mungkin karna nikmatnya kopi arabica, yang kuseduh dengan derita luka lama dan sedikit pemanis dari semua janji-janji yang kini hanya mimpi. Aroma wewangi dari bias cahaya mentari yang memancar dari rembulan ke bumi, membuat aku terkesima akan semua cerita dari wanita-wanita yang kini selalu aku cantumkan dalam setiap kata.

            Tulisanku bukan tulisan, tapi jeritan jiwa yang kehilangan separuhnya.
Tulisanku bukan tulisan, tapi nestapa yang akan selalu menganga.
Tulisanku bukan tulisan, tapi harapan yang tak pernah sampai pada tujuan.
Tulisanku bukan tulisan, tapi sukma yang tak pernah berdamai dengan rasa.
Tulisanku bukan tulisan, tapi paripurna derita yang berbeda dalam luka yang sama.

⸙⸎⸙

2016,
            Ini adalah tahun dimana aku memulai semuanya, diawali dengan panasnya gelombang api asmara, untuk pertamakalinya aku menyatakan cinta pada seorang wanita yang didamba. Kata yang sebelumnya tak pernah aku katakan kepada wanita, bahkan kepada ibunda. Begitu jahatnya aksara cinta yang terukir dalam tiap jiwa manusia, memaksanya untuk berbuat semena-mena pada cinta yang bukan haknya.
Tapi anehnya aku menikmatinya dengan suka cita, membiarkan tanganku menyentuhnya, membiarkan bahuku sebagai sandarannya, dan membiarkan mataku tuk melahap tiap senyumnya.
            Kala itu agama hanya teori belaka, tak ada satupun cita rasa dari tiap ayatnya, tak ada semerbak aroma manja dari setiap sabdanya. Yang aku tahu, aku pasti akan selalu bahagia bersamanya.
            Semakin lama aku semakin terhanyut dalam arus ombak moment bersama dan semakin dalam pula aku menjatuhkan diri dalam romansa. Aku akan selalu berada di dalamnya, pasrahkan diri dan tetap dalam cengkraman taring kasih sayang, agar terus merobek tiap inci dari jasat dan menikmati setiap sayatan cakar cantiknya. Mati, bukan masalah, yang terpenting aku tetap menjadi santapannya.
            Hari demi hari terlewati, aku semakin yakin bahwa dialah yang tak akan terganti, semesta telah berpihak pada diri, tak satupun makhluk yang akan mengganggu kisah ini. Akan tetapi, masalah demi masalah mulai bermunculan seperti jerawat yang timbul di sepertiga malam. Dia mulai melemparkan kata demi kata yang berdasar rasa cemburu. Beruntungnya, aku yang selalu mengalah, membiarkan dia dan emosinya mengeroyoki jiwa.
Bulan demi bulan kami beradu dimensi, tak ada masalah yang begitu berarti dalam hubungan kami, setiap hari kami berhubungan layaknya pasangan biasa dan tidak menunjukkan rasa ingin berpisah satu sama lain.
            Kala itu aku masih duduk di bangku sekolah tepatnya kelas akhir sekolah menengah atas, dan dia pun sama. Tapi kami tidak berada di sekolah yang sama, dia disekolah Negri dan aku  di sekolah Suasta. Jasad kami terhalang instansi namun cinta kami tetap dalam satu misi.
            Singkat cerita kami telah lulus dari sekolah kami dan mengalungkan ijazah kami masing-masing dan menambah kata "maha" dalam status siswa kami. Lagi-lagi kami berbeda instansi, dia menggunakan almamater kuning dan aku mengenakan almamater hijau. Dan disinilah komitmen kami mulai sulit dijangkau.
            Aku akui dalam hal ini aku yang terlalu egois, aku terlalu terjerat dengan dunia kampus hijau ini, nuansa keagamaan dan organisasi begitu kental dan membuatku terpana dengan satu kata yang membuat umat yang lupa akan nilai-nilai agama. Hijrah.
            Hampir setiap hari aku menemui istilah-istilah yang membuat kisah percintaanku menjadi resah, tiap kali aku melihat media selalu kutemui kata yang menggoyang jiwa,

"kamu islam...? kok masih pacaran, islammu belum kaffah...!"

            Yang aku bingungkan adalah kenapa setiap hari kutemui kata-kata yang serupa...?, apakah ini pertanda bahwa semesta telah memberikan teguran pada jiwa yang hina. Aku kebingungan mencari celah, ingin kuabaikan namun tak sanggup aku lakukan, Agama sudah melekat dalam jasad, nilai-nilai yang kutelantarkan kini mulai membias ke setiap ruas renung dan fikiran. Kasih yang dianggap cinta bukanlah anugrah dari Tuhan, melaikan dosa yang telah menjelma menjadi aliran darah.
            Tiap hari aku dihantui oleh rasa bersalah dan dosa, tak sanggup kuarahkan jiwa pada si dia, kisahku kini hanya air muara, tak kemana-mana hanya menetap pada tempatnya hingga keruh dan ditumbuhi rumput liar yang menambah esensi kepunahan.
            Semuanya membuatku berakhir pada titik keputusan, terjerat dalam keterpaksaan dan menetap pada simpul keikhlasan. Kini yang kulakukan hanyalah kesalahan, membiarkannya menangis dalam keterpurukan dan terhenti pada kisah cinta berumur enam bulan.
            Aku meninggalkannya tanpa menjelaskan apa yang aku rasakan, aku terlalu malu untuk menjelaskan semuanya, bahwa aku hanya ingin terlepas dari status pacaran, dan berfokus pada arah tujuan yang telah ditentukan oleh Tuhan bagi setiap orang beriman. Aku menangis menyambut lepasnya kekangan, dan ia menangis dengan alasan yang tak dijelaskan sembari memeluk semu asa yang dijanjikan.
           
⸙⸎⸙

2017,
            Dua bulan lamanya aku masih menggenggam rasa bersalah, melihat semua kisah resah yang telah aku gambarkan pada dinding kenyataan hidupnya. Aku jalani ibadah dengan sebenar benarnya, tiap malam aku panjatkan doa untuknya agar kuat dan bertahan dari hantaman kisah kami berdua.
Perlahan mulai mereda dan terabaikan kisahnya, dan kini tinggal kenangan adanya, kujalani hari sebagaimana mestinya, kuhabiskan malam bersama yang menciptakan dan kuhabiskan siang bersama rizki yang sudah ditetapkan. Kehidupanku mengalir begitu saja tanpa beban juga tanpa warna. Melihat muda-mudi saling beradu dimensi kasih, membuat hatiku tergoyah kembali. Aku beranggapan bahwa dunia ini seharusnya memiliki banyak warna bukan hanya menjalani semuanya dengan lebel agama, yang membuat semuanya serba ditentukan dan mengekang tiap jiwa yang ingin terbebaskan. Terlebih lagi diposisi ini kutemukan manusia-manusia jumawa, seakan paling benar kehidupannya, memandang salah segalanya dan apa yang dipelajarinya dipengajian, itu yang terutama dan kebenaran baginya. Menganggap semua yang berbeda adalah ahli neraka, seakan mereka yang menentukan kehidupan kedua. Kebiasaan yang sudah menjadi adat begitu menjijikan di mata mereka, kesalahan ini menjadi makian bagi mereka agar penganutnya meninggalkan kebiasaan tersebut dan tetap dalam rotasi sunnah.
Agama seharusnya mejadi garam kehidupan, penyedap bagi yang menyantap dan kenikmatan dari tiap langkah perjalanan, bukan menjadi bulan-bulanan bagi tiap manusia yang percaya akan kebenaran Tuhan. Tingkah laku mereka membuatku muak, sebegitu skeptisnya mereka kepada sesama manusia, nilai kemanusiaan telah tergantikan dengan nilai keagamaan, memandang segalanya dengan kacamata keagamaan dan enggan menggunakan kacamata kemanusiaan.
Aku mantapkan langkahku tuk menjauh dari majelis mereka, belajar tatanan kehidupan melalui mereka ternyata tak memberikan warna pada jiwa, dan yang terdogma hanyalah kesalahan manusia-manusia diluar sana.
Melangkah semampunya, menikmati hari sambil bersenggama dengan sebaya, membuat hariku kini kian beragam. Aku pahami tiap alur kehidupan dengan segala macam prilaku manusia, berbagai macam warna kutemukan sekarang, dan inilah sebenar-benarnya kehidupan.
Aku arungi dunia nyata dan juga dunia maya, berkeliling menikmati tiap rotasinya walau hakikatnya aku tetap dalam satu poros. Menikmati perjalanan walau tak tau arah tujuan.
Bangku perkuliahan kini terlihat membingungkan, mataku terbuka setelah sekian lama aku menjadi budak cinta, selama aku bersama dia aku tak pernah mau mengurusi dunia perkuliahanku, mahasiswa-mahasiswi di lokalku terlihat bisa dan kaku, selayaknya mahasiswa baru, itu hal yang sering terjadi sejak dulu. Tapi yang membuatku bingung mereka seakan sudah saling mengenal satu sama lain, berbeda denganku seakan masih baru, padahal sudah lima bulan lamanya aku berkuliah dikampus hijau ini.
Kuperhatikan kembali suasana yang terlewatkan ini, kupandangi tiap wajah mereka yang lugu dan asing di mataku. Mengajak mereka bercerita dan bersenggama, saling bertukar nomer Whatsapp dan menjalar kesemua sosial media.
Sembari berjalan mencari kawan, kutemui seorang wanita manis parasnya, terlintas diwajahnya mentari hangat tak menyengat, lembut suaranya mengalir menyapa membrana tympani, lekung senyumnya menyenggol dua pipi bulatnya. Ia menyapaku seakan sudah kenal lama, kujawab semua guraunya tanpa canggung dan kaku. Terlihat banyak kecocokan dalam cerita kami, ragam kisah duniawi kami seakan hanya terhalang ibu jari.
Pendekatan demi pendekatan terus kujalin hingga sampailah aku dibibir tebing kasmaran dan membiarkan diri jatuh ke dalam jurang percintaan, sifatnya yang manja begitu menggugah hati tuk memiliki, mengekang pandang pada paras yang entah tercipta dari tanah liat macam apa. Namun semua ini berakhir setelah kuketahui bahwa ia sudah ada yang memiliki.
Kekecewaan itu muncul lagi, galaksi mulai tak karuan berotasi, bingungku menanggapi keadaan ini, hati sudah terlanjur jatuh, namun kepemilikan sudah terbukti dengan foto-foto yang dia unggah di dunia maya. Anehnya wanita ini hidup seakan tak ada yang memiliki dia berbicara denganku seakan antusias tuk saling menyayangi.
Bingungku semakin mejadi setelah dia nyatakan ingin saling mengabdikan hati, yang aku sayangkan adalah bagaimana kisah ini akan terjalin jikalau hati yang ia miliki dibagi pada dua lelaki, entah siapa yang salah, apakah aku yang terlambat menemuinya, atau wanita ini yang tak mengerti kata setia. Sampai aku pada titik renung bahwa aku siap mejalin kisah baru bersama wanita ini, walau aku harus menahan tiap rasa cemburu kala dia sedang bersama lelaki pertamanya.
Dualisme ini semakin lama semakin memudar kala cinta sudah bertebaran di setapak perjalanan, aku semakin lupa kalau dia sudah ada yang punya, dia pun seakan hanya milikku semata, hematku aku sudah tidak peduli lagi kearah mana hatinya tertuju, yang kuharapkan darinya hanyalah kasih sayang yang dia berikan padaku itu mencukupi hasrat cintaku. Dan aku pun tak terlalu memperdulikan mau dibawa kemana alunan melodi ini, aku hanya ingin menikmati tiap lembut dan hangat manjanya membelai tiap rongga jiwa dan sukma semakin terlelap dan terlelap.

⸙⸎⸙

Sampai tibalah titik itu, titik dimana kisahku harus terhenti kembali, awalnya aku tak mengerti kenapa dia hari ini mengajakku tuk bertemu, tak seperti biasanya akulah yang mengajaknya tuk beradu rindu. Dia mulai cerita dengan sedikit raut wajah yang sekan menyimpan ungkapan yang tak bisa dituturkan. Dalam dialog yang panjang ini telah ku temukan konklusi bahwa ia tak ingin bersua lagi, dikarenakan alasan yang tak pasti, persisi seperi yang aku lakukan pada konsumen cintaku yang sebelumnya.
Apakah ini yang disebut sebagai karma, apapun yang aku lakukan baik maupun buruk akan selalu ada balasan yang setimpal menimpa jiwa, aku yang dulu melupa sekarang aku yang dilupa, aku yang dulu memisah sekarang dipisah, dulu aku yang menyakiti sekarang yang disakiti.
Sudah kuputuskan tuk beralih dan memenuhi keinginannya tuk tidak bertemu kembali, sembari menanyakan mengapa dia tak lagi memandang diriku, dan melepasku begitu saja.
Ternyata tebakanku tak jauh dari kenyatannya, dia memilih lelaki pertamanya dan aku sebagai orang ketiga hanya bisa menutup mata agar airnya tak jatuh berlinang sebagai bukti atas rasa sakit yang diderita, dia memisahkan hatiku dari hatinya dengan paksa, yang itu membuatnya terurai berantakan. Lelaki pertama itu telah menyadari ada orang ketiga didalam rumahnya, rumah yang ia bangun berasama wanita yang menganggapku juga sebagai tamunya.

Pada akhirnya aku menutup semu cerita dengan derita
Keberadaanku seakan pengacau dari dua rasa
Untuk yang kesekiankalinya aku pamit dengan air mata.

⸙⸎⸙

2018,
            Melangkah mundur dan berusaha tuk tak melihat jalan, walau aku kan terjatuh aku tak perduli, fikirku ini adalah hukuman bagi orang sepertiku yang masuk kerumah orang tanpa izin dan membuat sang pemilik rumah nyaman dengan tamu yang kurang ajar ini.
            Entah apa yang akan kulakukan kedepannya, semua kenangan yang kita lalui bersama akan terus melekat dalam kepala, yang aku takutkan bukanlah kepergian parasmu namun kedatangan tiap kenanganku tentang kamu.
            Kusadari sebenarnya bukan hanya aku yang kehilangan cinta kau pun juga kehilangan lelaki yang penuh kasih sayang, walu begitu kau masih punya dia yang akan siap sedia tuk meluaskan bahunya tuk sandaran kepala penuh air mata.
            Selama kepergianmu aku telah jauh menjelajah ke ruas media tuk mencari cinta yang selanjutnya, terpaku pada layar kaca, mencoba tuk menghubungi beberapa wanita, tertunduk kaku dengan sengaja, mata berkaca-kaca, melihat betapa banyaknya wanita yang cantik parasnya. Sampai pada titik dimana aku menemukan wanita manis parasnya, menghubungiku dengan bijaksana seakan ingin lebih dekat dengan jiwaku yang semu.

Berusaha untuk beralih dari kepedihan tanpa dalih,
agar cinta hadir menata kisah baru dan menghapus perih.

            Pada malam itu dia mengajakku tuk menonton sebuah pementasan teater dikampusku, dan aku mengiyakan ajakan itu. Kami pun bertemu di taman samping auditorium, entah mengapa aku merasa matahari terbit lebih awal malam ini, parasnya membuat hati seakan terang kembali setelah dilanda mendung yang tak kunjung berhenti, bunga taman seakan bermekaran seketika, pepohonan melambai-lambai seakan ikut merasakan indah hadirnya bidadari mungil ini.
            Ditambah lagi ketika kami sedang asik menyaksikan pementasan, dengan mulut dan bibir tipisnya dia berkata

"feb, kamu harumnya...!"

            Entah apa yang ia katakan, kepalaku kacau tak karuan, entah itu sekedar sapaan atau pujian. Sebenarnya sebelum berangkat aku memang memakai parfum favoritku Zara Vanilla, sudah sejak setahun yang lalu aku menggunakan parfum ini, tapi baru aku tau ternyata wanita juga menyukainya. Aku pun hanya bisa tersenyum kecil tampa membalas perkataannya.
            Sepulang dari pementasan malam itu, kami selalu saling mengirim Chat entah perasaan apa ini, aku merasa obrolanku dan dia selalu lini. Mungkin karna kami sama-sama dalam keadaan yang sama. Putus Cinta.
            Dia baru saja melepaskan setengah hatinya dari seorang pria, yang sudah sejak SMA bersamanya, bertahun lamanya dia mengadu cinta pada pria itu dan sekarang dia bersamaku yang tak pernah mengecap cinta yang utuh.
            Kami sering berjalan keliling kota tak tau arah, hanya menyusuri tiap jalan sambil berbincang seputar kehidupan, sebenarnya aku lebih banyak mendengarkan ceritanya dibandingkan aku yang bercerita. Karna aku bukan tipikal orang yang suka menceritakan keresahanku tentang dunia pada orang lain. Bagiku kesedihan itu ditangisi kala sendiri dan kebahagiaan itu dibagi.
            Cerita kami berjalan begitu saja tanpa hambatan, hanya saja kami tak punya kejelasan, pernah sekali aku menyatakan perasaan, namu dia tak memberi tanggapan, mungkin karna dia menganggap itu hanya sekedar candaan dan bukan suatu keseriusan, walau aku menyatakannya dengan penuh harapan.
            Aku memang suka bercanda dengannya, saking seringnya dia tak bisa membedakan kapan aku serius dan bercanda, walau perasaanku tak kunjung diberi jawaban aku tak terlalu memikirkan, yang terpenting resah dan fikirku sudah terlampiaskan.

⸙⸎⸙

            Mungkin kali ini semesta tak berpihak padaku karna setelah sekian lama aku berlarut dalam kisah baru, aku malah menemukan kembali luka yang baru. Wanita mungil ini ternyata tak pernah memikirkanku, dia lebih asik memikirkan kisah lamanya dengan lelaki itu, dan aku hanya sekedar membantu mencari jalan buntu dalam kisah hidupnya yang semu. Dan ketika kami sudah berada dijalan yang baru dan terbebas dari masa lalu, lelaki itu kembali menemui wanitaku, dan merebut semua kebahagiaanku yang baru saja tertutupi oleh tabir rindu.

Semua kandas dalam waktu yang tak ditentukan
Harapan cinta yang tak kunjung ada jawaban
Sekarang terjawabkan oleh sikapnya kala beralih pangkuan.

            Untuk kesekian kali aku dilukai oleh makhluk yang tercipta dari tulang rusuk kaumku, dia pergi dengan menyisakan perih, luka lama baru saja pulih dan sekarang malah mendapatkan luka yang tak tau kapan akan tertutup kembali. Apakah hati lelaki brewok ini hanya sekedar untuk dilukai, bagai samsak yang hanya untuk dipukuli kemudian ditinggal pergi.
            Kau datang dengan membawa tai, dan sekarang kau pergi dan menginggalakan tai, padahal taiku belum usai kuurusi, dasar tai. Sampah
            Jiwaku terbelah tanpa persiapan, hatiku terlempar tanpa kepastian, luka lama kembali tersimpan, cinta yang disampaikan tak ada jawaban, dan kala diberi jawaban, dijawab dengan kehancuran.

Aku kembali melangkah mundur dan berpaling darimu.

⸙⸎⸙

            Tidak terasa aku sudah semester lima, sekian lama aku mengarungi masa tanpa ada yang memberikan rasa, kepegian mereka sekarang hanya sekedar momori yang usang, bagai buku tua yang berdebu dan dimakan rayap. Entah aku sekarang bahagia atau tidak, aku pun tak tau apa yang sudah kulakukan untuk jiwa yang hina.
            Di semester ini aku memilih untuk duduk di lokal yang berbeda dari teman-temanku yang dulu, bukan mengharap apa-apa, hanya ingin merasakan hal yang berbeda saja.
            Anehnya waktu pertama aku memasuki lokal yang baru ini, mataku terpaku pada seorang wanita yang lucu, matanya bulat hitam pekat, pipinya mulus dan terawat, senyumnya malu-malu seakan tak ingin terlihat. Sebenarnya aku tak ingin memikirkannya, mungkin hanya sekedar mataku saja yang ingin melihat keindahan.
            Waktu berlalu dan aku masih sibuk dengan duniaku, hari demi hari hanya aku habiskan punggungku berdekapan dengan kasur, melihat dunia lewat layar kaca, dan sesekali memaki orang lewat media. Sembari mengarungi dunia nyata dan maya, tak sadar aku ada chat yang masuk di Instagram,

”suka anime one piece yaa...? sudah sampai mana...? punya koleksinya gak...?"

            Sebenarnya aku biasa saja dengan pertanyaan itu, karna memang aku menyukai anime sejak dulu, karna anime dan buku-buku saja yang menemani hari-hariku. Tapi yang membuat aku tersentak adalah si penanya, ternyata dia adalah wanita yang beberapa waktu lalu kulihat dilokal baru. Tak kusangka wanita seperti dia juga menggemari hal yang sama denganku, apa mungkin juga nasibnya sama denganku...?
            Diawali dengan pertanyaan sederhana ini lah cintaku mulai mekar kembali pada wanita bermata legam ini, setiap hari aku menghubunginya dengan tujuan ingin mengenal dan lebih dekat dengannya. Ternyata benar saja dia baru saja putus cinta sama dengan dia, konsumen cinta yang tak mengerti kata setia. Sebenarnya aku takut, takut wanita ini sama dengan yang sebelumnya, tak bisa melupakan masa lalunya dan membuatku hanya sekedar pelarian semata.
            Ban motorku melaju dengan kecepatan standar, cintaku mekar pada wanita yang penuh tanda tanya, masih kah dia mencitai yang sudah menyakitinya ? adakah harapan untuku masuk dalam kehidupannya ? apakah dalam percakapan singkat kami di Sosial media membuatnya juga merasakan cinta ? apakah aku pantas tuk mengecap manis sayangnya ?
            Untuk kesekian kalinya aku memberanikan diri tuk mencintai wanita yang baru putus cinta, salahkah aku ? aku hanya ingin perhatian dari lawan jenisku, dan merasakan apa yang dirasakan pemuda sebayaku.
            Hampir setiap malam aku selalu menemuinya, bukan tanpa alasan aku hanya ingin membuktikan bahwa aku benar benar menyayanginya. Aku melakukan semua yang dia inginkan, kupenuhi semua kebutuhannya agar dia dan aku semakin nyaman dan semakin nyaman lagi.
            Kami sudah di titik saling menyukai dan aku putuskan untuk mengajaknya kerumahku dan berkenalan dengan orang tuaku, walau hubungan kami tak ada nama yang pasti aku tetap bersikukuh untuk mempertemukannya dengan orang yang sudah melahirkanku.
            Tapi anehnya dia membuat banyak alasan yang membuatku bingung, padahal bagiku dia lah yang paling cocok untukku dan orang tuaku, aku selalu menginginkan bahwa wanita yang aku sayangi harus bertemu dengan orang tuaku.
            Waktu berjalan sampai aku lelah mengajaknya tuk bertemu dengan keluargaku. Tepat pada bulan Desember, malam itu kami sedang berada di suatu masalah yang tak bisa aku jelaskan, dan pada intinya dia memintaku untuk tidak menemuinya lagi. Dan untuk menjaga hubunganku aku iyakan...

2019,
            Malam tahun baru aku lalui dengan perasan yang mengambang, dunia seakan sepi, tak ada lagi yang menemani, aku tak berani menghubungi, karna aku yakin dia hanya butuh waktu untuk sendiri, dan aku pun akan menjaga janji ini sampai kasihnya pulih kembali.
            Sampai pada malam hari, ponselku bergetar, aku lihat di pemberitahuan ternyata dia yang menghubungi, aku begitu bahagia setelah beberapa hari dia menghilang dan saat ini dia timbul dilayar ponselku seakan fajar yang timbul di ufuk timur.
            Namun, bahagiaku itu patah seketika ketika dia nyatakan dia sudah kembali dengan yang lama. Belum aku balas chatnya air mata tiba-tiba menetes seketika.
            Dunia terhenti mengawang, jantung terguncang, hati terkekang, jiwa mengambang, pandangan menghilang, air mata berlinang. Aku tak mengeti mengapa dunia begitu kejam, berkali-kali aku masuk dalam lubang pengkhianatan, mengapa ada pertemuan jika ada perpisahan. Mengapa harus berhubungan jika akhirnya aku hanya akan menjadi mantan.
            Hidupku seakan tak ada kata kepastian, aku akui aku yang bersalah dalam hal ini, aku salah telah memasuki kehidupan wanita-wanita yang baru putus cinta, dan akhirnya aku hanya menjadi orang ketiga.
            Setiap hari aku hanya dikamar berdiam diri, menutup luka dari pandangan dunia, aku bukan orang yang suka bercerita tentang nestapa pada teman sebaya, aku lebih suka menelan bulat-bulat rintih jiwa, kasih yang kubelas tak kunjung terbalas.
            Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, namun entah kenapa kehilanganmu seakan aku sudah berada di neraka, ujung dari segala derita. Luka yang kaum hawa berikan padaku seakan terkumpul menjadi satu dan menghantam jiwaku secara bersamaan.

luka yang tak seberapa bisa saja diangap biasa,
namun luka kecil ini, datang bertubi-tubi.

            Hidupku seakan tak karuan, di kepalaku hanya berisikan hinaan logika terhadap jiwa, entah mengapa mereka tak bisa berdamai walau sekejap saja. Sukma sudah terlanjur meronta, membakar paruh jiwa yang setiap hari beradu luka dengan logika, dan wujudku hanya sekedar ring tinju pada setiap kebodohan yang baku.
            Walau hidupku penuh luka aku selalu menutupinya agar tak terlalu kentara, biarkan jiwa meronta, setidaknya senyumku tetap terjaga walau itu hanya ilusi bagi mereka yang sekarang menemani.

Hidup adalah piano ada hitam dan putih
Biarkan tuhan memainkan melodinya
Tinggal kita yang siap atau tidak menikmati tiap liriknya
.....
Aksara cinta kini telah tiada
Surga yang diimpikan pada wanita kini hanya sekedar delusi belaka
Salahkah aku tuk mengecap cinta...?
Salahkah aku jika berada di posisi ketiga...?
Aku hanya ingin dicintai dan disayangi
Bukan untuk dikhianati.
.....
Terima kasih untuk kalian yang sudah pergi

⸙⸎⸙



(n) 
RECITATIVO :
Bercerita (dalam tempo musik)

LEGATO :
Tanda untuk memainkan atau menyanyikan dua atau beberapa nada yang tidak sama tingginya secara bersambung halus tanpa putus.

Pada dasarnya tulisanku kali ini adalah kisah piluku selama bersama mereka sang pengundang rindu dan pilu, mereka memberiku kisah yang berbeda namun tetap dalam pola dan rotasi yang sama. 
Continue reading RECITATIVO LEGATO