Serabut luka yang menganga menciptakan
pola yang begitu sederhana, dalam sujudku, aku panjatkan cerita yang Tuhan pun
sesali keadaannya, Dia iba dengan sehelai hambanya yang begitu luka, penuh
dengan nestapa, dan dibanjiri oleh tetesan air jiwa di sekujur pipinya.
⸎ ⸎ ⸎
Di tengah pandemi seperti ini aku kira semua orang akan mendapatkan
keresahan yang sama dan luka yang sama. Nyatanya sebaliknya, kali ini aku merasa yang paling sengsara dan
kembali teteskan air mata, berdera di balik cerita yang itu-itu saja, seakan-akan
kepergian memang sudah menjadi kekasih
bagiku, dengnnya aku bercumbu dan beradu, semakin aku bernafsu, semakin ia
menjerit dan menjeratku.
Kau
tau, sering kali aku menyendiri, bersembunyi di bilik-bilik sepi agar semua
kenyataan itu tak menemuiku lagi, aku berlari dan terus berlari, tak ada yang
sedang ku kejar, aku hanya ingin menjauh dari jeratan yang sudah menanti, entah
sampai kapan aku begini.
Inginku
pergi jauh, hanya ada sebilah pisau yang kugantung di pinggangku, hanya
bersamanyalah aku pergi jauh, agar ketika aku mengingatmu, dia akan menghunus
lalu membunuhku.
Dia
akan menikam kepalaku agar aku tak lagi mengingat segala cintamu merayuku,
kalaupun
itu tak cukup,
ia
akan menusuk mataku agar aku buta dan tak lagi melihat indah parasmu,
kalaupun
itu tak cukup,
ia
akan menusuk dadaku yang dulu pernah berdebar kala pelukmu mendarat di atasnya
kalaupun
itu tak cukup,
ku
biarkan ia merobek senyumku yang dulu pernah ku jadikan alat untuk membalas
senyummu.
Inginku
pergi keluar angkasa karna semua yang ada di dunia hanya akan membuatku
teringat akan cinta yang ku taburkan pada hari-harimu dulu, ku biarkan ragaku
melayang bebas tanpa gravitasi dan terbakar oleh sengatan matahari, karna
cemburu di hati lebih panas dan lebih cepat membunuhku.
Aku
pasrahkan nafasku tercekik karna rindu pada parasmu lebih menjerat ketimbang
paru-paru kehilangan oksigen. Semakin jauh aku melayang semakin tak kudapati
lagi mentari yang dulu pernah kita jadikan harpan kita seterang cahayanya, semakin
jauh dan semakin jauh, hingga jasadku membeku di ujung galaksi bima sakti, itu
lebih baik dari pada aku harus perlahan mati oleh sikapmu yang begitu dingin
padaku.